Latar belakang kedatangan barat

Pada awal kedatangannya, bangsa-bangsa Barat menjadikan Indonesia sebagai tujuan perdagangan dan pelayaran. Perkembangan selanjutnya, dengan paham dan dasar pemikiran yang mereka miliki, Indonesia dijadikan sebagai salah satu daerah jajahan.

Alur Waktu

Abad ke-17 hingga abad ke-18

Batavia

Asal nama Nama Batavia berasal dari suku Batavia, sebuah suku Jermanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein pada Zaman Kekaisaran Romawi.

Kedatangan Bangsa Portugis Ke Indonesia

Kedatangan orang-orang Eropa pertama di kawasan Asia Tenggara pada awal abad XVI kadang-kadang dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam sejarah kawasan ini.

Kemunduran dan Peninggalan Portugis

Keberadaan Portugis berkurang hanya di Solor, Flores dan Timor (lihat Timor Portugis) di Nusa Tenggara Timur sekarang, menyusul kekalahan pada tahun 1575 di tangan penduduk Ternate, penaklukan Belanda di Ambon, Maluku Utara, dan Banda, serta kegagalan umum untuk menopang kendali perdagangan di kawasan ini


counters

Selasa, 13 Mei 2014

Kemunduran dan Peninggalan Portugis

Keberadaan Portugis berkurang hanya di Solor, Flores dan Timor (lihat Timor Portugis) di Nusa Tenggara Timur sekarang, menyusul kekalahan pada tahun 1575 di tangan penduduk Ternate, penaklukan Belanda di Ambon, Maluku Utara, dan Banda, serta kegagalan umum untuk menopang kendali perdagangan di kawasan ini.[3] Dibandingkan dengan ambisi awalnya mendominasi perdagangan Asia, pengaruh mereka pada budaya Indonesia amat kecil: gitar balada keroncong; sejumlah kata dalam bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Portugis yang pernah menjadi lingua franca di samping Melayu; dan banyak nama keluarga di Indonesia Timur seperti Da Silva, Da Lopez, Da Cunha, Henriquez, Carvallo, Da Costa, Diaz, de Fretes, Gonsalves, dll. Dampak terpenting kedatangan bangsa Portugis adalah gangguan dan kekacauan jaringan perdagangan yang sebagian besar terjadi akibat penaklukan Malaka, dan penyebaran Kristen awal di Indonesia. Hingga kini, penduduk Kristen banyak ditemui di Indonesia Timur.[4] Di Dusun Baluk Kec. Bola, Kab. Sikka, St. Fransiskus Xaverius, misionaris Katholik yang mengikuti perjalanan orang Portugal, menancapkan sebuah Salib setinggi 3 meter diatas sebuah Batu Karang, yang oleh orang setempat diberi nama "Watu Krus" hal ini terjadi ± pada tahun 1630. Di Kampung Tugu, Koja, Jakarta Utara, terdapat permukiman keturunan Portugis. Mereka adalah keturunan dari bangsa Portugis yang dibawa ke Batavia (sekarang Jakarta) sebagai tawanan perang setelah VOC Belanda menaklukkan Malaka pada tahun 1641.[5] Adapun keturunan Bangsa Portugis yang beragama Islam dapat ditemukan di Lamno, Aceh.[6]

Kedatangan Bangsa Portugis Ke Indonesia

Kedatangan orang-orang Eropa pertama di kawasan Asia Tenggara pada awal abad XVI kadang-kadang dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam sejarah kawasan ini. Pada abad XV bangsa Portugis merupakan salah satu bangsa yang mencapai kemajuan-kemajuan di bidang teknologi. Bangsa Portugis telah dapat membuat kapal-kapal yang lebih layak dan canggih di bandingkan dengan kapal-kapal sebelumnya memungkinkan mereka melakukan sebuah pelayaran dan melebarkan kekuasaaan ke seberang lautan. Dengan alasan untuk menguasai impor rempah-rempah di kawasan Eropa, bangsa Portugis mencari daerah kawasan penghasil rempah-rempah terbaik. Rempah-rempah di kawasan Eropa merupakan kebutuhan dan juga cita rasa. Selama musim dingin di Eropa, tidak ada salah satu cara pun yang dapat di jalankan untuk mempertahankan agar semua hewan-hewan ternak dapat tetap hidup. Kerena itu banyak hewan ternak yang disembelih dan dagingnya kemudian harus di awetkan. Untuk itulah diperlukan sekali banyak garam dan rempah-rempah. Cengkih dari Indonesia Timur adalah yang paling berharga. Indonesia juga menghasilkan lada, buah pala, dan bunga pala. Kekayaan alam Indonesia yang begitu melimpah termasuk dalam tanaman rempah-rempah menjadi alasan Portugis ingin menguasai daerah Indonesia sekaligus menguasai pasaran Eropa. A. AWAL PROSES KEDATANGAN BANGSA PORTUGIS KE INDONESIA Tahun 1487, Bartolomeus Dias mengitari Tanjung Harapan dan memasuki perairan Samudra Hindia. Selanjutnya pada tahun 1498, Vasco da Gama sampai di India. Namun, orang-orang Portugis ini segera mengetahui bahwa barang-barang dagangan yang hendak mereka jual tidak dapat bersaing di pasaran India yang canggih dengan barang-barang yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia. Karena itu, mereka sadar harus melakukan peperangan di laut untuk mengukuhkan diri. Alfonso de Albuquerque merupakan panglima angkatan laut terbesar pada masa itu. Pada tahun 1503 Albuquerque berangkat menuju India, dan pada tahun 1510, dia menaklukan Goa di Pantai Barat yang kemudian menjadi pangkalan tetap Portugis. Pada waktu itu telah dibangun pangkalan-pangkalan di tempat-tempat yang agak ke barat, yaitu di Ormuzdan Sokotra. Rencananya ialah untuk mendominasi perdagangan laut di Asia dengan cara membangun pangkalan tetap di tempat-tempat krusial yang dapat digunakan untuk mengarahkan teknologi militer Portugis yang tinggi. Pada tahun 1510, setelah mengalami banyak pertempuran, penderitaan, dan kekacauan internal, tampaknya Portugis hampir mencapai tujuannya. Sasaran yang paling penting adalah menyerang ujung timur perdagangan Asia di Maluku. Setelah mendengar laporan-laporan pertama dari para pedagang Asia mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar, Raja Portugis mengutus Diogo Lopez de Sequiera untuk menekan Malaka, menjalin hubungan persahabatan dengan penguasanya, dan menetap disana sebagai wakil Portugis di sebelah timur India. Tugas Sequiera tersebut tidak mungkin terlaksana seluruhnya saat dia tiba di Maluku pada tahun 1509. Pada mulanya dia disambut dengan baik oleh Sultan Mahmud Syah (1488-1528), tetapi kemudian komunitas dagang internasional yang ada di kota itu meyakinkan Mahmud bahwa Portugis merupakan ancaman besar baginya. Akhirnya, Sultan Mahmud melawan Sequiera, menawan beberapa orang anak buahnya, dan membunuh beberapa yang lain. Ia juga mencoba menyerang empat kapal Portugis, tetapi keempat kapal tersebut berhasil berlayar ke laut lepas. Seperti yang telah terjadi di tempat-tempat yang lebih ke barat, tampak jelas bahwa penaklukan adalah satu-satunya cara yang tersedia bagi Portugis untuk memperkokoh diri Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan pelayaran dari Goa menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1200 orang dan 17 buah kapal. Peperangan pecah segera setelah kedatangannya dan berlangsung terus secara sporadis sepanjang bulan Juli hingga awal Agustus. Pihak Malaka terhambat oleh pertikaian antara Sultan Mahmud dan putranya, Sultan Ahmad yang baru saja diserahi kekuasaan atas negara namun dibunuh atas perintah ayahnya. Malaka akhirnya berhasil ditaklukan oleh Portugis. Albuquerque menetap di Malaka sampai bulan November 1511, dan selama itu dia mempersiapkan pertahanan Malaka untuk menahan setiap serangan balasan orang-orang Melayu. Dia juga memerintahkan kapal-kapal yang pertama untuk mencari Kepulauan Rempah. Sesudah itu dia berangkat ke India dengan kapal besar, dia berhasil meloloskan diri ketika kapal itu karam di lepas pantai Sumatera beserta semua barang rampasan yang dijarah di Malaka. Setelah satu kapal layar lagi tenggelam, sisa armada itu tiba di Ternate pada tahun itu juga. Dengan susah payah, ekspedisi pertama itu tiba di Ternate dan berhasil mengadakan hubungan dengan Sultan Aby Lais. Sultan Ternate itu berjanji akan menyediakan cengkeh bagi Portugis setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di pulau Ternate. Hubungan dagang yang tetap dirintis oleh Antonio de Abrito. Hubungannya dengan Sultan Ternate yang masih anak-anak, Kacili Abu Hayat, dan pengasuhnya yaitu Kacili Darwis berlangsung sangat baik. Pihak Ternate tanpa ragu mengizinkan De Brito membangun benteng pertama Portugis di Pulau Ternate (Sao Joao Bautista atau Nossa Seighora de Rossario) pada tahun 1522. Penduduk Ternate menggunakan istilah Kastela untuk benteng itu, bahkan kemudian benteng itu lebih dikenal dengan nama benteng Gamalama. Sejak tahun 1522 hingga tahun 1570 terjalin suatu hubungan dagang (cengkih) antara Portugis dan Ternate. Portugis yang sedang menguasai Malaka, terbukti bahwa mereka tidak menguasai perdagangan Asia yang berpusat disana. Portugis tidak pernah dapat mencukupi kebutuhannya sendiri dan sangat tergantung kepada para pemasok bahan makanan dari Asia seperti halnya para penguasa Melayu sebelum mereka di Malaka. Mereka kekurangan dana dan sumber daya manusia. Organisasi mereka ditandai dengan perintah-perintah yang saling tumpang tindih dan membingungkan, ketidakefisienan, dan korupsi. Bahkan gubernur-gubernur mereka di Malaka turut berdagang demi keuntungan pribadi di pelabuhan Malaya, Johor, pajak dan harga barang-barangnya lebih rendah, dan hal tersebut telah merusak monopoli yang seharusnya mereka jaga. Para pedagang Asia mengalihkan sebagian besar perdagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhan lain dan menghindari monopoli Portugis yang mudah. Begitu cepat Portugis tidak lagi menjadi suatu kekuatan yang revolusioner. Keunggulan teknologi mereka yang terdiri atas teknik-teknik pelayaran dan militer berhasil dipelajari dengan cepat oleh saingan-saingan mereka dari Indonesia. Seperti meriam Portugis yang dengan cepat berhasil direbut oleh orang-orang Indonesia. Portugis menjadi suatu bagian dari jaringan konflik di selat Malaka, dimana Johor dan Aceh berlomba-lomba untuk saling mengalahkan Portugis agar bisa menguasai Malaka. Kota Malaka mulai sekarat sebagai pelabuhan dagang selama berada dibawah cengkeraman Portugis. Mereka tidak pernah berhasil memonopoli perdagangan Asia. Portugis hanya mempunyai sedikit pengaruh terhadap kebudayaan orang-orang Indonesia yang tinggal di nusantara bagian barat, dan segera menjadi bagian yang aneh di dalam lingkungan Indonesia. Portugis telah mengacaukan secara mendasar organisasi sistem perdagangan Asia. Tidak ada lagi satu pelabuhan pusat dimana kekayaan Asia dapat saling dipertukarkan, tidak ada lagi negara Malaya yang menjaga ketertiban selat Malaka dan membuatnya aman bagi lalu lintas perdagangan. Sebaliknya komunitas dagang telah menyebar ke beberapa pelabuhan dan pertempuran sengit meletus di Selat. Segera setelah Malaka ditaklukan, dikirimlah misi penyelidikan yang pertama ke arah timur dibawah pimpinan Francisco Serrao. Pada tahun 1512, kapalnya mengalami kerusakan, tetapi dia berhasil mencapai Hitu (Ambon sebelah utara). Disana dia mempertunjukkan keterampilan perang melawan suatu pasukan penyerang yang membuat dirinya disukai oleh penguasa setempat. Hal ini mendorong kedua penguasa setempat yang bersaing (Ternate dan Tidore) untuk menjajaki kemungkinan memperoleh bantuan Portugis. Portugis disambut baik di daerah itu karena mereka juga dapat membawa bahan pangan dan membeli rempah-rempah. Akan tetapi perdagangan Asia segera bangkit kembali, sehingga Portugis tidak pernah dapat melakukan suatu monopoli yang efektif dalam perdagangan rempah-rempah. Sultan Ternate, Abu Lais (1522) membujuk orang Portugis untuk mendukungnya dan pada tahun 1522, mereka mulai membangun sebuah benteng disana. Sultan Mansur dari Tidore mengambil keuntungan dari kedatangan sisa-sisa ekspedisi pelayaran keliling dunia Magellan di tahun 1521 untuk membentuk suatu persekutuan dengan bangsa Spanyol yang tidak memberikan banyak hasil dalam periode ini. Hubungan Ternate dan Portugis berubah menjadi tegang karena upaya yang lemah Portugis melakukan kristenisasi dan karena perilaku orang-orang Portugis yang tidak sopan. Pada tahun 1535, orang-orang Portugis di Ternate menurunkan Raja Tabariji (1523-1535) dari singgasananya dan mengirimnya ke Goa yang dikuasai Portugis. Disana dia masuk Kristen dan memakai nama Dom Manuel, dan setelah dinyatakan tidak terbukti melakukan hal-hal yang dituduhkan kepadanya, dia dikirim kembali ke Ternate untuk menduduki singgasananya lagi. Akan tetapi dalam perjalanannya dia wafat di Malaka pada tahun 1545. Namun sebelum wafat, dia menyerahkan Pulau Ambon kepada orang Portugis yang menjadi ayah baptisnya, Jordao de Freitas. Akhirnya orang-orang Portugis yang membunuh Sultan Ternate, Hairun (1535-1570) pada tahun 1570, diusir dari Ternate pada tahun 1575 setelah terjadi pengepungan selama 5 tahun. Mereka kemudian pindah ke Tidore dan membangun benteng baru pada tahun 1578. Akan tetapi Ambon-lah yang kemudian menjadi pusat utama kegiatan-kegiatan Portugis di Maluku sesudah itu. Ternate sementara itu menjadi sebuah negara yang gigih menganut Islam dan anti Portugis dibawah pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583) dan putranya Sultan Said ad-Din Berkat Syah (1584-1606). Pada waktu itu juga Portugis terlibat perang di Solor. Pada tahun 1562, para pendeta Dominik membangun benteng dari batang kelapa disana. Pada tahun berikutnnya dibakar para penyerang beragama Islam dari Jawa. Namun orang-orang Dominik tetap bertahan dan segera membangun ulang benteng dari bahan yang lebih kuat dan mulai melakukan kristenisasi pada penduduk lokal. Pada tahun sesudahnya, muncul serangan-serangan dari Jawa. Masyarakat Solor sendiri pun tidak secara keseluruhan senang terhadap orang-orang Portugis dan agama mereka, sehingga seringkali muncul perlawanan. Pada tahun 1598-1599, pemberontakan besar-besaran dari orang Solor memaksa pihak Portugis mengirimkan sebuah armada yang terdiri dari 90 kapal untuk menundukkan para pemberontak itu. Namun Portugis tetap menduduki benteng-benteng mereka di Solor sampai diusir oleh Belanda pada tahun 1613 dan setelah itu Portugis melakukan pendudukan kembali pada tahun 1636. Diantara para petualang Portugis tersebut ada seorang Eropa yang tugasnya memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur. Orang ini bernama Francis Xavier (1506-1552) dan Santo Ignaius Loyola yang mendirikan orde Jesuit. Pada tahun 1546-1547, Xavier bekerja di tengah-tengah orang Ambon, Ternate, dan Moro untuk meletakkan dasar-dasar bagi suatu misi yang tetap disana. Pada tahun 1560-an terdapat sekitar 10.000 orang katolik di wilayah itu dan pada tahun 1590-an terdapat 50.000-an orang. Orang-orang Dominik juga cukup sukses mengkristenkan Solor. Pada tahun 1590-an orang-orang Portugis dan penduduk lokal yang beragama Kristen di sana diperkirakan mencapai 25.000 orang. B. PENGARUH BANGSA PORTUGIS DI INDONESIA Selama berada di Maluku, orang-orang Portugis meninggalkan beberapa pengaruh kebudayaan mereka seperti balada-balada keroncong romantis yang dinyanyikan dengan iringan gitar berasal dari kebudayaan Portugis. Kosa kata Bahasa Indonesia juga ada yang berasal dari bahasa Portugis yaitu pesta, sabun, bendera, meja, Minggu, dll. Hal ini mencerminkan peranan bahasa Portugis disamping bahasa Melayu sebagai lingua franca di seluruh pelosok nusantara sampai awal abad XIX. Bahkan di Ambon masih banyak ditemukan nama-nama keluarga yang berasal dari Portugis seperti da Costa, Dias, de Fretas, Gonsalves, Mendoza, Rodriguez, da Silva, dll. Pengaruh besar lain dari orang-orang Portugis di Indonesia yaitu penanaman agama Katolik di beberapa daerah timur di Indonesia.

BATAVIA

Asal nama Nama Batavia berasal dari suku Batavia, sebuah suku Jermanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein pada Zaman Kekaisaran Romawi. Bangsa Belanda dan sebagian bangsa Jerman adalah keturunan dari suku ini. Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar buatan Belanda (VOC), dibuat pada 29 Oktober 1628, dinahkodai oleh Kapten Adriaan Jakobsz. Tidak jelas sejarahnya, entah nama kapal tersebut yang merupakan awal dari nama Betawi- Batavia, atau bahkan sebaliknya, pihak VOC yang menggunakan nama Batavia untuk menamai kapalnya. Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir Beacon Island, Australia Barat. Dan seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu sekoci darurat menuju kota Batavia ini. Sejarah Kastil Batavia, dilihat dari Kali Besar Barat oleh Andries Beeckman, sekitar tahun 1656-1658 Sunda Kelapa Bukti tertua mengenai eksistensi permukiman penduduk yang sekarang bernama Jakarta adalah Prasasti Tugu yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta Utara. Prasasti tersebut berkaitan dengan 4 prasasti lain yang berasal dari zaman kerajaan Hindu, Tarumanegara ketika diperintah oleh Raja Purnawarman. Berdasarkan Prasasti Kebon Kopi, nama Sunda Kalapa (Sunda Kelapa) sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh. Permukiman tersebut berkembang menjadi pelabuhan, yang kemudian juga dikunjungi oleh kapal-kapal dari mancanegara. Hingga kedatangan orang Portugis, Sunda Kalapa masih di bawah kekuasaan kerajaan Hindu lain, Pakuan Pajajaran. Sementara itu, Portugis telah berhasil menguasai Malaka, dan tahun 1522 Gubernur Portugis d'Albuquerque mengirim utusannya, Enrique Leme yang didampingi oleh Tomé Pires untuk menemui Raja Sangiang Surawisesa. Pada 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian persahabatan antara Pajajaran dan Portugis. Diperkirakan, langkah ini diambil oleh sang raja Pakuan Pajajaran tersebut guna memperoleh bantuan dari Portugis dalam menghadapi ancaman Kesultanan Demak, yang telah menghancurkan beberapa kerajaan Hindu, termasuk Majapahit. Namun ternyata perjanjian ini sia-sia saja, karena ketika diserang oleh Kerajaan Islam Demak, Portugis tidak membantu mempertahankan Sunda Kalapa. Jayakarta Pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara Demak pada 1526, yang dipimpin oleh Fatahillah, Panglima Perang asal Gujarat, India, dan jatuh pada 22 Juni 1527, dan setelah berhasil direbut, namanyapun diganti menjadi Jayakarta. Setelah Fatahillah berhasil mengalahkan dan mengislamkan Banten, Jayakarta berada di bawah kekuasaan Banten, yang kini menjadi kesultanan. Orang Sunda yang membelanya dikalahkan dan mundur ke arah Bogor. Sejak itu, dan untuk beberapa dasawarsa abad ke-16, Jayakarta dihuni orang Banten yang terdiri dari orang yang berasal dari Demak dan Cirebon. Sampai Jan Pieterszoon Coen menghancurkan Jayakarta (1619), orang Banten bersama saudagar Arab dan Tionghoa tinggal di muara Ciliwung. Selain orang Tionghoa, semua penduduk ini mengundurkan diri ke daerah kesultanan Banten waktu Batavia menggantikan Jayakarta (1619). Batavia Peta Batavia tahun 1897 Lambang Kota Batavia Pieter Both yang menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai basis administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan Banten, karena pada waktu itu di Banten telah banyak kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, sedangkan Jayakarta masih merupakan pelabuhan kecil. Pada tahun 1611 VOC mendapat izin untuk membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektare di dekat muara di tepi bagian timur Sungai Ciliwung, yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, dan bangunan utamanya dinamakan Nassau Huis. Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (1618 – 1623), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta. Dari basis benteng ini pada 30 Mei 1619 Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai Nieuwe Hollandia, namun De Heeren Zeventien di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi Batavia, untuk mengenang orang Batavia. Jan Pieterszoon Coen menggunakan semboyan hidupnya “Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons” menjadi semboyan atau motto kota Batavia, singkatnya “Dispereert niet” yang berarti “Jangan putus asa”. Pada 4 Maret 1621, pemerintah Stad Batavia (kota Batavia) dibentuk[1]. Jayakarta dibumiratakan dan dibangun benteng yang bagian depannya digali parit. Di bagian belakang dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun kota Batavia sudah meluas 3 kali lipat. Pembangunannya selesai pada tahun 1650. Kota Batavia sebenarnya terletak di selatan Kastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh banyak parit. Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan Banten dan Batavia mula-mula dibentuk oleh Kali Angke dan kemudian Kali Cisadane. Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit Mataram (1628-1629) yang tidak mau pulang. Beberapa persetujuan bersama dengan Banten (1659 dan 1684) dan Mataram (1652) menetapkan daerah antara Cisadane dan Citarum sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok budak belian dan orang pribumi yang bebas. Pada 1 April 1905 nama Stad Batavia diubah menjadi Gemeente Batavia. Pada 8 Januari 1935 nama kota ini diubah lagi menjadi Stad Gemeente Batavia[2]. Setelah pendudukan Jepang pada tahun 1942, nama Batavia diganti menjadi "Jakarta" oleh Jepang untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Penduduk Orang Belanda jumlahnya masih sedikit sekali. Ini karena sampai pertengahan abad ke-19 mereka kurang disertai wanita Belanda dalam jumlah yang memadai. Akibatnya, benyak perkawinan campuran dan memunculkan sejumlah Indo di Batavia. Tentang para budak itu, sebagian besar, terutama budak wanitanya berasal dari Bali, walaupun tidak pasti mereka itu semua orang Bali. Sebab, Bali menjadi tempat singgah budak belian yang datang dari berbagai pulau di sebelah timurnya. Sementara itu, orang yang datang dari Tiongkok, semula hanya orang laki-laki, karena itu mereka pun melakukan perkawinan dengan penduduk setempat, terutama wanita Bali dan Nias. Sebagian dari mereka berpegang pada adat Tionghoa (misalnya penduduk dalam kota dan Cina Benteng di Tangerang), sebagian membaur dengan pribumi (terutama dengan orang Jawa dan membentuk kelompok Betawi Ora, misalnya: di sekitar Parung). Tempat tinggal utama orang Tionghoa adalah Glodok, Pinangsia dan Jatinegara. Keturunan orang India -orang Koja dan orang Bombay- tidak begitu besar jumlahnya. Demikian juga dengan orang Arab, sampai orang Hadhramaut datang dalam jumlah besar, kurang lebih tahun 1840. Banyak di antara mereka yang bercampur dengan wanita pribumi, namun tetap berpegang pada kearaban mereka. Di dalam kota, orang bukan Belanda yang selamanya merupakan mayoritas besar, terdiri dari orang Tionghoa, orang Mardijker dari India dan Sri Lanka dan ribuan budak dari segala macam suku. Jumlah budak itu kurang lebih setengah dari penghuni Kota Batavia. Orang Jawa dan Banten tidak diperbolehkan tinggal menetap di dalam kota setelah 1656. Pada tahun 1673, penduduk dalam kota Batavia berjumlah 27.086 orang. Terdiri dari 2.740 orang Belanda dan Indo, 5.362 orang Mardijker, 2.747 orang Tionghoa, 1.339 orang Jawa dan Moor (India), 981 orang Bali dan 611 orang Melayu. Penduduk yang bebas ini ditambah dengan 13.278 orang budak (49 persen) dari bermacam-macam suku dan bangsa. Sepanjang abad ke-18, kelompok terbesar penduduk kota berstatus budak. Komposisi mereka cepat berubah karena banyak yang mati. Demikian juga dengan orang Mardijker. Karena itu, jumlah mereka turun dengan cepat pada abad itu dan pada awal abad ke-19 mulai diserap dalam kaum Betawi, kecuali kelompok Tugu, yang sebagian kini pindah di Pejambon, di belakang Gereja Immanuel Jakarta. Orang Tionghoa selamanya bertambah cepat, walaupun sepuluh ribu orang dibunuh pada tahun 1740 di dalam dan di luar kota. Foto pada kartu pos dari awal abad ke 20 menggambarkan rumah-rumah Tionghoa di Mester atau Meester Cornelis sebutan Jatinegara pada zaman penjajahan Belanda dulu. Penduduk Batavia yang kemudian dikenal sebagai orang Betawi sebenarnya adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa.

Alur Waktu

Abad ke-17 Maret 1602 - Belanda berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan membentuk suatu kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). 1603 - VOC telah membangun pusat perdagangan pertama yang tetap di Banten namun tidak menguntungkan kerena persaingan dengan para pedagang Tionghoa dan Inggris. Februari 1605 - Armada VOC bersekutu dengan Hitu menyerang kubu pertahanan Portugis di Ambon dengan imbalan VOC berhak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah di Hitu. 1602 - Sir James Lancaster kembali ditunjuk memimpin pelayaran yang armada berisi orang-orang The East India Company dan tiba di Aceh untuk selanjutnya menuju Banten. 1604 - Pelayaran yang ke-2 maskapai Inggris yang dipimpin oleh Sir Henry Middleton, maskapai ini berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon dan Banda. Akan tetapi di wilayah yang mereka kunjungi ini mendapat perlawanan yang keras dari VOC. 1609 - VOC membuka kantor dagang di Sulawesi Selatan namun niat tersebut dihalangi oleh raja Gowa. Raja Gowa tersebut melakukan kerjasama dengan pedagang-pedagang Inggris, Prancis, Denmark, Spanyol dan Portugis. 1610 - Ambon dijadikan pusat VOC, dipimpin seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3 orang gubernur-jendral, Ambon tidak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar karena jauh dari jalur-jalur utama perdagangan Asia. 1611 - Inggris berhasil mendirikan kantor dagangnya di bagian Indonesia lainnya, di Sukadana (Kalimantan barat daya), Makassar, Jayakerta, Jepara, Aceh, Priaman, Jambi. 1618 - Des Banten mengambil keputusan untuk menghadapi Jayakarta dan VOC dengan memaksa Inggris untuk membantu, dipimpin laksamana Thomas Dale. 1619 - Ketika VOC akan menyerah pada Inggris, secara tiba-tiba muncul tentara Banten menghalangi maksud Inggris. Karena Banten tidak mau pos VOC di Batavia diisi oleh Inggris. Akibatnya Thomas Dale melarikan diri dengan kapalnya; Banten menduduki kota Batavia. 12 Mei 1619 - Pihak Belanda mengambil keputusan untuk memberi nama baru Jayakarta sebagai Batavia. Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen, seorang Belanda, melakukan pelayaran ke Banten dengan 17 kapal. 30 Mei 1619 - Jan Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten, memukul mundur tentara Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer dan administrasi yang relatif aman bagi pergudangan dan pertukaran barang-barang, karena dari Batavia mudah mencapai jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dari Eropa. 1619 - Jan Pieterszoon Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia menggunakan kekerasan, untuk memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua yang merintangi. Dan menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal dagang VOC. 1619 - Terjadi migrasi orang Tionghoa ke Batavia. VOC menarik sebanyak mungkin pedagang Tionghoa yang ada di berbagai pelabuhan seperti Banten, Jambi, Palembang dan Malaka ke Batavia. Bahkan ada juga yang langsung datang dari Tiongkok. Di sini orang-orang Tionghoa sudah menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di Batavia. Mereka aktif sebagai pedagang, penggiling tebu, pengusaha toko, dan tukang yang terampil. 1620 - Atas dasar pertimbangan diplomatik di Eropa VOC terpaksa bekerjasama dengan pihak Inggris dengan memperbolehkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon. 1620 - Dalam rangka mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC melakukan pembuangan, pengusiran bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda dan berusaha menggantikannya dengan orang-orang Belanda pendatang dan mempekerjakan tenaga kerja kaum budak. 1623 - VOC melanggar kerjasama dengan Inggris, Belanda membunuh 12 agen perdagangan Inggris, 10 orang Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang Portugis dipotong kepalanya. 1630 - Belanda telah mencapai banyak kemajuan dalam meletakkan dasar-dasar militer untuk mendapatkan hegemoni perniagaan laut di Indonesia. 1637 - VOC yang telah beberapa lama di Maluku tidak mampu memaksakan monopoli atas produksi pala, bunga pala, dan yang terpenting, cengkeh. Penyeludupan cengkeh semakin berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yang anti dengan VOC. Gubernur-Jendral Antonio van Diemen melancarkan serangan terhadap para penyeludup dan pasukan-pasukan Ternate di Hoamoal. 1638 - Van Diemen kembali ke Maluku dan berusaha membuat persetujuan dengan raja Ternate dimana VOC bersedia mengakui kedaulatan raja Ternate atas Seram, Hitu serta menggaji raja sebesar 4.000 real/tahun dengan imbalan bahwa penyeludupan cengkeh akan dihentikan dan VOC diberi kekuasaan de facto atas Maluku. Akan tetapi persetujuan ini gagal. 1643 - Arnold de Vlaming mengambil kesempatan kekalahan Ternate dengan memaksa raja Ternate Mandarsyah ke Batavia dan menandatangani perjanjian yang melarang penanaman pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon atau daerah lain yang dikuasai VOC. Hal ini disebabkan pada masa itu Ambon mampu menghasilkan cengkeh melebihi kebutuhan untuk konsumsi dunia. 1656 - Seluruh penduduk Ambon yang tersisa dibuang. Semua tanaman rempah-rempah di Hoamoal dimusnahkan dan akibatnya daerah tersebut tidak didiami manusia kecuali jika ekspedisi Hongi (armada tempur) melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-pohon cengkeh liar yang harus dimusnahkan. 1660 - Armada VOC yang terdiri dari 30 kapal menyerang Gowa, menghancurkan kapal-kapal Portugis. Agustus-Desember 1660 - Sultan Hasanuddin, raja Gowa dipaksa menerima persetujuan perdamaian dengan VOC, namun persetujuan ini tidak berhasil mengakhiri permusuhan. 18 November 1667 - Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya, akan tetapi Hasanuddin kembali mengobarkan pertempuran. April 1668 dan Juni 1669 - VOC melakukan serangan besar-besaran terhadap Goa dan setelah pertempuran ini perjanjian Bongaya benar-benar dilakukan. 1669 - Kondisi keadaan Nusantara bagian timur bertambah kacau, kehidupan ekonomi dan administrasi tidak terkendalikan lagi. 1670 - VOC telah berhasil melakukan konsolidasi kedudukannya di Indonesia Timur. Pihak Belanda masih tetap menghadapi pemberontakan-pemberontakan tetapi kekuatannya tidak begitu besar. 1670 - VOC menebangi tanaman rempah-rempah yang tidak dapat diawasi, Hoamoal tidak dihuni lagi, orang Bugis dan Makassar meninggalkan kampung halamannya. Banyak orang-orang Eropa dan sekutu-sekutu yang tewas, semata-mata guna mencapai tujuan VOC untuk memonopoli rempah-rempah. 1674 - Pulau Jawa dalam keadaan yang memprihatinkan, kelaparan merajalela, berjangkit wabah penyakit, gunung merapi meletus, gempa bumi, gerhana bulan, dan hujan yang tidak turun pada musimnya. 1680 - Di Jawa Barat, kerajaan Banten pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami masa kejayaannya, Banten memiliki suatu armada yang dibangun menurut model Eropa. Kapal-kapalnya berlayar memakai surat jalan menyelenggarakan perdagangan yang aktif di Nusantara. Atas bantuan pihak Inggris, Denmark, Tiongkok orang-orang Banten dapat berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Tiongkok, Filipina dan Jepang. Banten merupakan penghasil lada yang sangat kaya. 1680 - VOC pada dasarnya hanya terbatas menguasai dataran-dataran rendah tertentu saja di Jawa. daerah pegunungan seringkali tidak berhasil dikuasai dan daerah ini dijadikan tempat persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi pemberontakan-pemberontakan mengakibatkan kesulitan dan menguras dana VOC. 1682 - Pasukan VOC dipimpin François Tack dan Isaac de Saint-Martin berlayar menuju Banten guna menguasai perdagangan di Banten. VOC merebut dan memonopoli perdagangan lada di Banten. Orang-orang Eropa yang merupakan saingan VOC diusir. Orang-orang Inggris mengundurkan diri ke Bengkulu dan Sumatera Selatan satu-satunya pos mereka yang masih ada di Indonesia. 1683-1710 - VOC mengalami masalah keuangan yang sangat berat di wilayah Asia selama kurun waktu tersebut. Di antara 23 kantornya hanya tiga (Jepang, Surat dan Persia) yang mampu memberikan keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun termasuk Ambon, Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon dan wilayah pesisir Jawa. VOC banyak mengeluarkan biaya-biaya yang sangat tinggi akibat pemberontakan di samping pengeluaran pribadi VOC yang tidak efesien, kebejatan moral, korupsi yang merajalela. VOC juga menuntut semakin banyak kepada rakyat Jawa, yang mengakibatkan pemberontakan yang terus berlanjut dan pengeluaran VOC bertambah tinggi. 1684 - Gubernur-Jendral Speelman meninggal. Terbongkarlah korupsi dan penyalah gunaan kekuasaan. Konon Speelman memerintah tanpa menghiraukan nasihat Dewan Hindia dan banyak melakukan pembayaran dengan uang VOC yang pada dasarnya tidak pernah ada untuk pekerjaan yang tidak pernah dilakukan. Selama masa kekuasaan Speelmen jumlah penjualan tekstil menurun 90%, monopoli candu tidak efektif. Speelman juga banyak melakukan penggelapan uang negara dan pada 1685 semua penunggalan Speelman disita negara. 8 Februari 1686 - Dengan tipu muslihat Surapati berhasil membunuh François Tack dalam suatu pertempuran. Tack tewas dengan dua puluh luka di tubuhnya. 1690 - Belanda berusaha membalas kekalahan yang dialami Tack tetapi gagal karena Surapati menguasai teknik-teknik militer Eropa dengan baik. Abad ke-18 1702 - Jumlah kekuatan serdadu militer Belanda yang berkebangsaan Eropa hanya tinggal sedikit. Administrasi VOC kacau balau 1706 - Surapati terbunuh di Bangil. 1721 - VOC mengumumkan apa yang dinamakan komplotan orang-orang Islam yang bermaksud melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia dan juga orang-orang Tionghoa. 1722 - Perlakuan terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam dan korup. Walaupun demikian jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota untuk membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya dengan bantuan dari pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa pendatang yang tidak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung menjadi gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia. 1727 - Posisi ekonomi orang Tionghoa makin penting di satu pihak dan sering terjadinya kejahatan oleh orang Tionghoa, menimbulkan perasaan tidak senang terhadap orang Tionghoa. Rasa tidak senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-kolonis Belanda yang tidak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa permusuhan dan sikap rasialis terhadap orang Tionghoa. 1727 - Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang telah tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia dan belum memiliki surat izin akan dikembalikan ke Tiongkok. 1729 - Pemerintah kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan kepada orang Tionghoa untuk mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia dengan membayar 2 ringgit. 1730 - Dikeluarkan larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat penginapan, tempat pemadatan candu dan warung baik di dalam maupun di luar kota. 1736 - Pemerintah kolonial mengadakan pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yang tidak memiliki surat izin tinggal. 1740 - Terdapat 2.500 rumah orang Tionghoa di dalam tembok Batavia sedangkan jumlah orang Tionghoa di kota dan daerah sekitarnya diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini setidak-tidaknya merupakan 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada kemungkinan bahwa orang-orang Tionghoa sebenarnya merupakan unsur penduduk yang lebih besar jumlahnya. Ada pula orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa dan Kartasura walaupun jumlahnya hanya sedikit. 1740 - Terjadi penangkapan terhadap orang Tionghoa, tidak kurang 1.000 orang Tionghoa dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih setelah sering terjadi penangkapan, penyiksaan, dan perampasan hak milik Tionghoa. 4 Februari 1740 - Segerombolan orang Tionghoa melakukan pemberontakan dan penyerbuan pos penjagaan untuk membebaskan bangsanya yang ditahan. Juni 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang tidak memiliki izin tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini dilaksanakan dengan sewenang-wenang. September 1740 - Tersiar berita bahwa segerombolan orang Tionghoa di daerah pedesaan sekitar Batavia bergerak mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang dan de Qual di Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan. 7 Oktober 1740 - Pasukan bantuan yang dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial diserang oleh gerombolan Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas. Oktober 1740 - Berdasarkan bukti yang didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa orang-orang Tionghoa sedang merencanakan sebuah pemberontakan. 8 Oktober 1740 - Kompeni Belanda mengeluarkan maklumat, antara lain perintah menyerahkan senjata kepada kompeni. Jam malam diadakan. 9 Oktober 1740 - Dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara besar-besaran. Yang banyak melakukan pembunuhan ini adalah orang-orang Eropa dan para budak. Dan pada akhirnya ada sekitar 10.000 orang Tionghoa yang tewas. Perkampungan orang Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti setelah orang Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan tugasnya yang rutin. 10 Oktober 1740 - Pertahanan kompeni Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3.000 orang pemberontak Tionghoa. Mei 1741 - Orang-orang Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian di Batavia melarikan diri ke arah timur menyusur sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan perebutan pos di Juwana. Markas besar VOC dikepung dan pos-pos lainnya terancam. Juli 1741 - Pos VOC di Rembang dihancurkan oleh orang-orang Tionghoa yang membantai seluruh personel VOC. Juli 1741 - Prajurit raja yang berada di Kartasura menyerang pos garnisun VOC. Komandan VOC Kapten Johannes van Velsen dan beberapa serdadu lainnya tewas. Serdadu yang selamat ditawari pilihan beralih ke agama Islam atau mati dan banyak yang memilih pindah agama. November 1741 - Pakubuwana II mengirim pasukan artileri ke Semarang. Pasukan prajurit-prajurit tersebut bersatu dengan orang Tionghoa melakukan pengepungan terhadap pos VOC. Pos VOC di Semarang ini dikepung oleh kira-kira 20.000 orang Jawa dan 3.500 orang Tionghoa dengan 30 pucuk meriam. Orang Jawa dan Tionghoa bersatu melawan kompeni Belanda. Desember 1741-awal 1742 - VOC merebut kembali daerah-daerah lain yang terancam serangan. 13 Februari 1755 - VOC menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui Mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah. September 1789 - Belanda mendengar desas-desus bahwa raja Jawa akan melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Eropa, sehingga mengutus seorang residen yang bernama Andries Hartsick dengan memakai pakaian Jawa menghadiri pertemuan rahasia di Istana Jawa. 1 Januari 1800 - VOC secara resmi dibubarkan, didirikan Dewan untuk urusan jajahan Asia. Belanda kalah perang dan dikuasai Perancis. Wilayah-wilayah yang dimiliki Belanda menjadi milik Perancis.

Rabu, 07 Mei 2014

Latar Belakang Kedatangan Bangsa Barat

Pada awal kedatangannya, bangsa-bangsa Barat menjadikan Indonesia sebagai tujuan perdagangan dan pelayaran. Perkembangan selanjutnya, dengan paham dan dasar pemikiran yang mereka miliki, Indonesia dijadikan sebagai salah satu daerah jajahan. Faktor yang melatarbelakangi kedatangan bangsa Barat ke dunia Timur adalah banyaknya perubahan di Eropa yang meliputi berbagai aspek kehidupan, di antaranya sebagai berikut : 1. Runtuhnya Kekaisaran Romawi Pada masa kejayaannya, kekuasaan kekaisaran Romawi meliputi hampir seluruh Eropa, Afrika Utara, dan Afrika Barat. Kekaisaran Romawi mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Kaisar Octavianus Augustus. Namun, pemerintahan ini akhirnya runtuh pada tahun 476 M. Hubungan dagang yang terjalin antara Eropa dengan Asia pun mengalami kemunduran, bahkan berakibat kemerosotan di segala bidang kehidupan. Zaman kemunduran ini disebut zaman kegelapan (Dark Ages). Runtuhnya Romawi mengakibatkan tata kehidupan bangsa-bangsa Eropa yang semula berkiblat pada hukum Romawi menjadi kacau. 2. Perang Salib Perang ini terjadi dengan melibatkan orang-orang Kristen Eropa yang berhadapan dengan orang Turki Seljuk dan orang-orang Arab. Disebut Perang Salib karena pasukan Kristen menggunakan tanda salib dalam pakaian mereka. Sementara bagi orang Islam, perang ini disebut dengan perang suci. Perang Salib berlangsung kurang lebih 200 tahun yang terbagi dalam tujuh periode. Penyebab perang ini salah satunya memperebutkan kota suci Yerusalem. Pahlawan Islam yang terkenal dalam perang ini adalah Salahuddin Al Ayyubi yang berhasil merebut kembali Kota Yerusalem yang telah dikuasai kerajaan Kristen selama hampir 100 tahun. Salahuddin mengalahkan pasukan Salib dalam Perang Khitin. Selanjutnya Raja Inggris Richard The Lion Heart menghimpun kekuatan raja-raja Eropa untuk mengambil kembali Kota Yerusalem. Namun, mereka gagal dan pulang ke Eropa dengan membawa kekalahan. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya Perang Salib adalah sebagai berikut. a. Adanya larangan bagi peziarah-peziarah Kristen untuk mengunjungi Yerusalem. b. Merebut Spanyol yang telah tujuh abad dikuasai oleh Dinasti Umayyah. c. Paus Urbanus berusaha untuk mempersatukan kembali gereja Roma dengan gereja di Romawi Timur, seperti di Konstantinopel, Yerusalem, dan Aleksandria. Dampak adanya Perang Salib adalah sebagai berikut. a. Jalur perdagangan Eropa dan Timur Tengah menjadi terputus. Apalagi dengan dikuasainya Konstantinopel, maka para pedagang Eropa mulai mencari jalan lain untuk mendapatkan rempah-rempah secara langsung. b. Bangsa Eropa mulai mengetahui kelemahan dan ketertinggalan mereka dari orang-orang Islam dan Timur, sehingga mereka mencoba untuk mengejar ketertinggalan itu dengan pengembangan Iptek secara besar-besaran. c. Adanya motif balas dendam di kalangan orang-orang Kristen terhadap orang muslim karena kekalahannya dalam peperangan di dunia Timur dalam rangka menguasai jalur perdagangan. 3. Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Turki Utsmani Pada awalnya bangsa-bangsa Eropa memperoleh rempahrempah dari Asia, termasuk dari Indonesia melalui para pedagang muslim yang banyak berdagang di kawasan Laut Tengah. Akan tetapi, semua itu berubah pada tahun 1453 ketika Khalifah Utsmaniyah yang berpusat di Turki berhasil menguasai Konstantinopel yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Romawi–Byzantium. Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Utsmani yang dipimpin Sultan Muhammad II menimbulkan kesulitan bagi bangsa-bangsa Eropa, terutama dalam bidang perdagangan. Oleh karena itu, bangsa-bangsa Eropa mulai berpikir untuk mencari daerah penghasil barang-barang yang dibutuhkannya, terutama rempah-rempah secara langsung. 4. Penjelajahan Samudra Faktor-faktor yang mendorong bangsa Eropa melakukan penjelajahan samudra adalah sebagai berikut. a. Teori Heliosentris dari Copernicus yang menyatakan bahwa bumi itu bulat mendorong kawan-kawan Copernicus ingin membuktikannya. Salah satunya ialah Ferdinand Magellan, pelaut pertama yang berhasil mengelilingi dunia dan membuktikan bahwa bumi memang bulat, serta laut-laut di bumi saling berhubungan. Teori ini membantah Teori Geosentris dari Ptolomeus yang menyatakan bumi datar. b. Kisah perjalanan Marco Polo ke dunia Timur (Cina) yang tertuang dalam buku yang ditulis oleh temannya, Rustichello, yang berjudul The Travels of Marco Polo (Perjalanan Marco Polo). Selama ratusan tahun, catatan perjalanan Marco Polo ini menjadi sumber informasi tentang Cina bagi bangsa Eropa. c. Penemuan kompas, mesiu, navigasi, peta, dan peralatan pelayaran. d. Adanya ambisi untuk melaksanakan semboyan 3 G, yaitu gold (mencari emas atau kekayaan), glory (mencari keharuman nama, kejayaan, dan kekuasaan), dan gospel (menunaikan tugas suci menyebarkan agama Nasrani). Portugis dan Spanyol merupakan bangsa Eropa yang menjadi pelopor penjelajahan samudra. Semangat para pelaut inilah yang selanjutnya mendorong penjelajahan samudra oleh bangsa-bangsa Eropa lain. a. Penjelajahan Portugis Penjelajahan Portugis mempunyai tujuan untuk mendapatkan emas, rempah-rempah, memenangkan pertempuran, dan meraih jalan untuk mengepung saingan mereka dari kalangan pedagang Islam. Beberapa pelaut Portugis yang melakukan penjelajahan samudra adalah sebagai berikut. 1) Bartholomeus Diaz, yang berhasil mencapai Tanjung Topan atau Tanjung Harapan di ujung selatan Benua Afrika pada tahun 1486. 2) Vasco da Gama, yang berhasil sampai ke Calcutta, India pada tanggal 22 Mei 1498. 3) Alfonso de Albuquerque, yang merebut Malaka tahun 1511. 4) Franciscus Xaverius, yang menyebarkan agama Kristen ke India, Maluku, Jepang, dan Cina tahun 1550-an. 5) Cabral, yang sampai ke semenanjung timur Brasil pada tahun 1500. b. Penjelajahan Spanyol Para pelaut Spanyol yang menjalankan misi penjelajahan samudra adalah sebagai berikut. 1) Christophorus Columbus, yang berhasil sampai ke San Salvador di Kepulauan Bahama di perairan Karibia pada tahun 1492. Ia dianggap sebagai penemu Benua Amerika karena memberi petunjuk jalan bagi bangsabangsa Eropa ke benua itu. 2) Amerigo Vespucci, yang mempunyai nama Latin Americus Vespucius merupakan salah seorang pelaut yang ikut dalam perjalanan Marco Polo. Karena jasanya, nama Amerigo diabadikan sebagai nama Benua Amerika 3) Ferdinand Magellan dan Juan Sebastian del Cano, dua orang tokoh yang pertama kali berhasil mengelilingi dunia. Atas keberhasilan ekspedisinya itu, Raja Spanyol menghadiahkan sebuah bola tiruan bumi bertuliskan “Engkaulah yang Pertama Mengitari Diriku”. 4) Ferdinand Cortez, pelaut yang dapat mencapai daerah Amerika Tengah pada tahun 1519. Ia berhasil menaklukkan orang-orang Indian suku Aztec di Meksiko dan suku Maya di Semenanjung Yucatan. 5) Pizaro, yang berhasil menaklukkan suku Inka di pedalaman Peru pada tahun 1532. c. Penjelajahan Inggris Para pelaut Inggris terkenal sebagai pelaut-pelaut yang ulung dan tangguh, bahkan Inggris terkenal dengan angkatan lautnya yang tidak tertandingi. Sampai dengan abad 19 Inggris terkenal dengan sebutan negara yang tidak pernah tenggelam karena daerah koloninya yang menyebar hampir di seluruh dunia. Para pelaut Inggris yang terkenal adalah sebagai berikut. 1) Sir Francis Drake, yang berhasil mengadakan pelayaran mengelilingi dunia. Pada tahun 1577–1580 ia dikenal sebagai pengeliling dunia setelah Magellan. 2) William Dampier, berhasil mendarat di pantai barat Benua Australia pada tahun 1688. Ia menulis buku tentang Benua Australia. 3) James Cook, berhasil mendarat di pantai timur Benua Australia untuk selanjutnya menelusuri pantai menuju ke utara Australia pada tahun 1770. 4) Matthew Flinders berhasil mengelilingi Australia dan membuat peta Australia. Pada tahun 1789. d. Penjelajahan Belanda Salah satu faktor penyebab penjelajahan yang dilakukan oleh bangsa Belanda adalah adanya reformasi agama yang menyebabkan terjadinya perang selama 80 tahun dengan Spanyol. Belanda yang mengikuti paham reformasi tidak mau tunduk kepada Spanyol yang Katolik. Pada masa perang 80 tahun tersebut, Portugal yang disatukan oleh Raja Spanyol Philip II melakukan penekanan dengan melarang Belanda berdagang di Lisabon dengan asumsi bisa menghancurkan perekonomian Belanda. Namun, usaha itu tidak berhasil, tetapi justru membuat para pedagang dan pelaut Belanda mencari jalan sendiri ke sumbernya (Indonesia). Para pelaut Belanda yang melakukan pelayaran adalah sebagai berikut. 1) Barents, yang berusaha mencari jalan ke Asia melalui Kutub Utara. Pada waktu kembali tahun 1594, ia meninggal sehingga laut tersebut diberi nama Laut Barents. 2) Abel J. Tasman berhasil menemukan Pulau Tasmania (diambil dari nama Tasman) pada tahun 1642. 3) Cornelis de Houtman, di mana pada tahun 1596, kapalkapal Belanda di bawah pimpinannya sampai di Pelabuhan Banten. 4) Willem Janz, yang berhasil mendarat di Teluk Carpentaria, Australia Utara pada tahun 1666. 5. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Kemajuan teknologi ditunjukkan dengan penemuan kompas, navigasi, mesiu, dan peralatan pelayaran. Hal itu terbukti dengan Penemuan Benua Amerika oleh Columbus atas bantuan Abdul Majid dengan teknologi kapal yang dimiliki oleh Spanyol. Sementara itu, bangsa Portugis juga berhasil menemukan teknologi kapal dan layar yang mengagumkan. Mereka telah menciptakan kapal yang memiliki kecepatan tinggi dalam mengarungi samudra yang dilengkapi dengan meriam sebagai senjata utama mereka. Pada masa imperialisme kuno, Portugis dan Spanyol merupakan dua kerajaan Katolik yang mempunyai kekuatan armada laut, teknologi navigasi, dan perkapalan yang maju dibanding negara-negara lainnya. Oleh karena itu, tidak heran jika kedua negara tersebut yang mengawali proses penjelajahan samudra. 1. Perjanjian Tordesillas (Tratado de Tordesillas) Keunggulan dalam teknologi navigasi dan perkapalan yang dimiliki Portugis dan Spanyol menimbulkan persaingan di antara keduanya dalam memperebutkan wilayah penjelajahan dan perdagangan semenjak tahun 1452. Oleh karena itu, pada tanggal 4 Juni 1474 di Tordesillas (suatu daerah dekat Madrid) diadakan perjanjian kesepakatan antara raja Spanyol dan raja Portugis dengan ditengahi oleh Paus Alexander VI (berasal dari Spanyol). Isi dari Perjanjian Tordesillas adalah pembagian arah pelayaran antara Spanyol dan Portugis. Dalam perjanjian tersebut, Spanyol memiliki hak perdagangan dan pelayaran ke arah barat, sementara Portugis ke arah timur. Perjanjian tersebut berlaku sampai 13 Januari 1750. Dengan perjanjian tersebut, maka para pedagang Portugis mulai mencari jalan berlayar ke arah timur untuk mencari rempahrempah, sedangkan para pedagang Spanyol berlayar ke arah barat (menuju Benua Amerika). Salah satu akibat dari Perjanjian Tordesillas adalah berkembangnya semboyan 3 G yaitu gospel, gold, dan glory. a. Gospel (Penyebaran Ajaran Katolik dan Kristen) Akibat dari semboyan gospel tersebut, tidak heran jika para penjelajah selalu didampingi oleh para misionaris Kristen, dan daerah-daerah yang dikuasai oleh para pedagang Spanyol dan Portugis dipastikan terjadi konversi (proses perpindahan agama) ke agama Katolik yang diiringi dengan asimilasi kebudayaan. b. Gold (Mencari Kekayaan Berupa Emas) Semboyan gold menimbulkan paham merkantilis (paham yang beranggapan bahwa kejayaan negara diukur dengan banyaknya emas yang dimiliki sebagai hasil dari laba perdagangan). c. Glory (Mencari Kejayaan, Kemasyhuran, dan Ke-menangan) Semboyan glory akhirnya melahirkan imperialisme kuno karena kejayaan dilihat dari daerah koloni dan jalur perdagangan yang dikuasai. Dengan demikian, banyak bangsa yang berlomba-lomba menguasai daerah lain. 2. Perjanjian Saragosa Perjanjian ini dilatarbelakangi oleh pertemuan orang Portugis dan Spanyol di Kepulauan Maluku. Portugis mendarat di Ternate, sementara Spanyol mendarat di Tidore. Ketika mereka bertemu, hampir saja terjadi pertempuran karena masingmasing menuduh telah melanggar Perjanjian Tordesillas. Akhirnya mereka membawa masalah tersebut ke Paus, sehingga Paus memperbarui perjanjian tersebut dengan Perjanjian Saragosa (22 April 1529). Isi Perjanjian Saragosa adalah sebagai berikut. a. Pedagang Portugis menguasai daerah perdagangan dari Maluku sampai ke Tanjung Harapan. b. Pedagang Spanyol menguasai daerah perdagangan di Filipina. Dampak dari Perjanjian Saragosa adalah sebagai berikut. a. Berubahnya dasar pemikiran tentang Bumi yang dulu dianggap berbentuk datar. Namun, sejak pertemuan antara b. Maluku sebagai pusat perdagangan, sehingga menjadikannya terkenal dengan julukan “The richest islands of the world.” c. Portugis mulai menanamkan kekuasaannya di Maluku dan memonopoli perdagangan di sana. 3. Proses Kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia Cornelis de Houtman memulai ekspedisi dengan membawa empat kapal dari Belanda dan tiba di Banten pada tahun 1596. Houtman membawa keuntungan yang besar sekembalinya ke Belanda. Oleh karena itu pada tahun 1598, para pedagang Belanda lain terdorong untuk pergi ke Indonesia. Belanda kembali melakukan ekspedisi ke Indonesia, kali ini dipimpin oleh Jacob van Neck. Banyaknya ekspedisi menyebabkan terjadinya persaingan antara para pedagang. Untuk menghindari persaingan di antara para pedagang itu, Belanda membentuk VOC pada tahun 1602. a. Lahirnya VOC Ekspedisi yang dilakukan Belanda setelah Cornelis de Houtman tidak banyak mendapat keuntungan yang besar. Hal ini disebabkan persaingan di antara para pedagang Belanda sendiri, juga dengan para pedagang Portugis maupun Inggris. Sikap Belanda yang sombong dan kasar juga menjadi salah satu faktor penolakan rakyat yang memicu perlawanan dari para pedagang dan masyarakat. Faktor-faktor di atas menjadi alasan didirikannya VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) pada tahun 1602. Tujuan didirikannya VOC adalah sebagai berikut. 1) Menghilangkan persaingan yang akan merugikan sesama pedagang asal Belanda. 2) Menyatukan kekuatan untuk menghadapi saingan dari bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di Indonesia. 3) Mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol. Pemerintahan Belanda di bawah pimpinan John van Oldenbarneveld memberikan hak istimewa (hak octrooy) bagi VOC, antara lain sebagai berikut. 1) Memonopoli perdagangan di Amerika Selatan dan Afrika. 2) Memiliki angkatan perang, memutuskan untuk berperang, membangun benteng, dan mendirikan koloni. 3) Mengangkat pegawai-pegawai, baik dari kalangan Belanda maupun pribumi. 4) Mencetak dan mengedarkan mata uang sendiri. 5) Membuat peradilan sendiri. b. Persaingan VOC dengan Portugis, Spanyol, dan Inggris VOC pada awal berdirinya harus menghadapi kekuatan-kekuatan lama, yaitu pedagang Portugis dan Spanyol. Pada tahun 1605 armada Belanda berhasil menghancurkan Portugis dan menguasai Ambon dengan kemenangan tersebut, Belanda mendapatkan konsesi dari Hitu dan mempunyai benteng yang didapatkan setelah mengalahkan Portugis, yaitu Benteng Victoria serta mengusir para misionaris Katolik. Belanda mendapatkan saingan baru di Ambon setelah Spanyol pada tahun 1606 menduduki Ternate dan Tidore. Sementara itu, persaingan dengan Inggris dimulai ketika pada tahun 1604 Henry Middetton tiba di Ternate, Tidore, Ambon, dan Banda.